Kementerian PUPR Kolaborasi Dengan Berbagai Pihak dalam Penyediaan Akses Air Minum dan Sanitasi
Dalam rangka persiapan menuju World Water Forum ke-10 yang akan diselenggarakan di Bali, Indonesia pada 18-24 Mei 2024 mendatang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama World Water Council telah menyusun rangkaian pertemuan sesuai dengan 3 proses utama, yaitu proses Politik, proses Regional dan proses Tematik.
World Water Forum ke-10 mengusung tema “Water for Shared Prosperity” yang diterjemahkan ke dalam 6 subtema yang akan dibahas, diantaranya adalah "Water Security" dan “Water for Humans and Nature” yang membawa pesan mengenai pentingnya peningkatan akses layanan air minum dan sanitasi guna mengurangi dampak negatif terhadap manusia maupun lingkungan.
Direktur Jenderal Cipta Karya Diana Kusumastuti mengatakan akses air minum layak dan aman masih menjadi tantangan di Indonesia. “Akses air minum layak saat ini baru mencapai 91%, dengan akses air minum aman sebesar 11,8%. Terlebih, capaian akses air minum layak hanya meningkat sekitar 1% per tahun dan laju pertumbuhan akses perpipaan tidak sampai 1% selama 5 tahun terakhir,” kata Dirjen Diana dalam Konferensi Pers Forum Merdeka Barat 9 bertajuk “ Road to 10th World Water Forum : Urgensi Akses Air Minum dan Sanitasi” yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika baru-baru ini.
Menurut Dirjen Diana, kebijakan penyediaan air minum perlu dilakukan melalui beberapa hal seperti peningkatan cakupan pelayanan dan pemenuhan standar kualitas air minum, peningkatan kapasitas dan peran penyelenggaraan SPAM, serta peningkatan kemampuan pendanaan dan komitmen stakeholders terkait pendanaan.
“Tantangan yang harus dihadapi dalam mencapai target 100% akses aman air minum antara lain adalah urbanisasi dan kependudukan, kewilayahan, regulasi, pemerintahan, perekonomian, dan lingkungan. Tantangan tersebut dapat diatasi melalui keterpaduan pembangunan berbasis penataan ruang, pembangunan infrastruktur berbasis masyarakat, dan meningkatkan pendanaan pembangunan melalui partisipasi Badan Usaha/ Swasta/ Alternatif Pembiayaan lainnya seperti Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), B-to-B, CSR, Hibah dan lainnya,” kata Dirjen Diana.
Dirjen Diana juga menambahkan, dalam pengembangan infrastruktur air minum dan sanitasi, diperlukan kerja sama dan kolaborasi yang baik antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah . Dalam pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) misalnya, infrastruktur yang dibangun dari unit air baku, unit produksi, serta unit distribusi dan pelayanannya merupakan hasil kolaborasi bersama.
“Untuk kelembagaan pengelolaan SPAM, saat ini terdapat 410 BUMD Air Minum dan 85 UPTD. Sementara, di 26 Kabupaten/ Kota masih belum memiliki lembaga pengelola. Untuk kelembagaan tingkat masyarakat, terdapat 37.482 kelompok masyarakat yang tersebar di 415 Kabupaten/ Kota,” tambah Dirjen Diana.
Upaya penyediaan air minum sangat terkait dengan sektor sanitasi, khususnya dalam pengelolaan air limbah dan sampah. Saat ini, kondisi pelayanan air limbah domestik dan persampahan di kawasan permukiman masih belum memadai. Salah satu penyebabnya karena masih terjadi pembuangan limbah secara langsung ke lingkungan (Direct Discharge), yang berimbas kepada pencemaran sungai akibat air limbah domestik sebesar 75% di Indonesia.
“Kami terus mendukung penyediaan akses sanitasi melalui pembangunan berbagai infrastruktur seperti Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT), IPAL terpusat skala regional/ kota, IPAL terpusat skala permukiman dan SANIMAS, serta tangki septik. Dalam hal ini, peran Pemerintah Daerah juga penting seperti dalam penyiapan lahan, kelembagaan pengelola, biaya operasi dan pemeliharaan serta lainnya,” tambah Dirjen Diana.
Kementerian PUPR berharap, penyelenggaraan World Water Forum ke-10 akan menjadi sarana mencari solusi nyata bagi isu air minum dan sanitasi di Indonesia. Semua pihak harus bersinergi untuk menjawab tantangan besar terkait air ini. (May)